Social Icons

Featured Posts

Senin, 09 Maret 2015

Candi Borobudur

SEJARAH
Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau abad ke-9. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Candi ini dibangun pada masa kejayaan dinasti Syailendra. Pendiri Candi Borobudur yaitu Raja Samaratungga yang berasal dari wangsa atau dinasti Syailendra. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai sekitar menjelang tahun 900-an Masehi pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani yang adalah putri dari Samaratungga. Sedangkan arsitek yang berjasa membangun candi ini menurut kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Candi Borobudur
Kata Borobudur sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, yang memberi nama candi ini. Tidak ada bukti tertulis yang lebih tua yang memberi nama Borobudur pada candi ini. Satu-satunya dokumen tertua yang menunjukkan keberadaan candi ini adalah kitab Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Di kitab tersebut ditulis bahwa candi ini digunakan sebagai tempat meditasi penganut Buddha.
Arti nama Borobudur yaitu "biara di perbukitan", yang berasal dari kata "bara" (candi atau biara) dan "beduhur" (perbukitan atau tempat tinggi) dalam bahasa Sansekerta. Karena itu, sesuai dengan arti nama Borobudur, maka tempat ini sejak dahulu digunakan sebagai tempat ibadat penganut Buddha.
Candi ini selama berabad-abad tidak lagi digunakan. Kemudian karena letusan gunung berapi, sebagian besar bangunan Candi Borobudur tertutup tanah vulkanik. Selain itu, bangunan juga tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar selama berabad-abad. Kemudian bangunan candi ini mulai terlupakan pada zaman Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15.
Pada tahun 1814 saat Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles mendengar adanya penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro daerah Magelang. Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa, maka Raffles segera memerintahkan H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki lokasi penemuan yang saat itu berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
Cornelius dibantu oleh sekitar 200 pria menebang pepohonan dan menyingkirkan semak belukar yang menutupi bangunan raksasa tersebut. Karena mempertimbangkan bangunan yang sudah rapuh dan bisa runtuh, maka Cornelius melaporkan kepada Raffles penemuan tersebut termasuk beberapa gambar. Karena penemuan itu, Raffles mendapat penghargaan sebagai orang yang memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat perhatian dunia. Pada tahun 1835, seluruh area candi sudah berhasil digali. Candi ini terus dipugar pada masa penjajahan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1956, pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO untuk meneliti kerusakan Borobudur. Lalu pada tahun 1963, keluar keputusan resmi pemerintah Indonesia untuk melakukan pemugaran Candi Borobudur dengan bantuan dari UNESCO. Namun pemugaran ini baru benar-benar mulai dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1973. Proses pemugaran baru selesai pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, Candi Borobudur ditetapkan sebagai World Heritage Site atau Warisan Dunia oleh UNESCO.

LOKASI DAN ARSITEKTUR
Arsitektur Candi Borobudur
Candi Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Yogyakarta. Candi Borobudur memiliki 10 tingkat yang terdiri dari 6 tingkat berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Di setiap tingkat terdapat beberapa stupa. Seluruhnya terdapat 72 stupa selain stupa utama. Di setiap stupa terdapat patung Buddha. Sepuluh tingkat menggambarkan filsafat Buddha yaitu sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha di nirwana. Kesempurnaan ini dilambangkan oleh stupa utama di tingkat paling atas. Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala yang menggambarkan kosmologi Buddha dan cara berpikir manusia.
Di keempat sisi candi terdapat pintu gerbang dan tangga ke tingkat di atasnya seperti sebuah piramida. Hal ini menggambarkan filosofi Buddha yaitu semua kehidupan berasal dari bebatuan. Batu kemudian menjadi pasir, lalu menjadi tumbuhan, lalu menjadi serangga, kemudian menjadi binatang liar, lalu binatang peliharaan, dan terakhir menjadi manusia. Proses ini disebut sebagai reinkarnasi. Proses terakhir adalah menjadi jiwa dan akhirnya masuk ke nirwana. Setiap tahapan pencerahan pada proses kehidupan ini berdasarkan filosofi Buddha digambarkan pada relief dan patung pada seluruh Candi Borobudur.
Bangunan raksasa ini hanya berupa tumpukan balok batu raksasa yang memiliki ketinggian total 42 meter. Setiap batu disambung tanpa menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya disambung berdasarkan pola dan ditumpuk. Bagian dasar Candi Borobudur berukuran sekitar 118 m pada setiap sisi. Batu-batu yang digunakan kira-kira sebanyak 55.000 meter kubik. Semua batu tersebut diambil dari sungai di sekitar Candi Borobudur. Batu-batu ini dipotong lalu diangkut dan disambung dengan pola seperti permainan lego. Semuanya tanpa menggunakan perekat atau semen.
Sedangkan relief mulai dibuat setelah batu-batuan tersebut selesai ditumpuk dan disambung. Relief terdapat pada dinding candi. Candi Borobudur memiliki 2670 relief yang berbeda. Relief ini dibaca searah putaran jarum jam. Relief ini menggambarkan suatu cerita yang cara membacanya dimulai dan diakhiri pada pintu gerbang di sebelah timur. Hal ini menunjukkan bahwa pintu gerbang utama Candi Borobudur menghadap timur seperti umumnya candi Buddha lainnya.

PERAYAAN WAISAK
Setiap tahun pada bulan purnama penuh pada bulan Mei (atau Juni pada tahun kabisat), umat Buddha di Indonesia memperingati Waisak di Candi Borobudur. Waisak diperingati sebagai hari kelahiran, kematian dan saat ketika Siddharta Gautama memperoleh kebijaksanaan tertinggi dengan menjadi Buddha Shakyamuni. Ketiga peristiwa ini disebut sebagai Trisuci Waisak. Upacara Waisak dipusatkan pada tiga buah candi Buddha dengan berjalan dari Candi Mendut ke Candi Pawon dan berakhir di Candi Borobudur.
Pada malam Waisak, khususnya saat detik-detik puncak bulan purnama, penganut Buddha berkumpul mengelilingi Borobudur. Pada saat itu, Borobudur dipercayai sebagai tempat berkumpulnya kekuatan supranatural. Menurut kepercayaan, pada saat Waisak, Buddha akan muncul secara kelihatan pada puncak gunung di bagian selatan.

DESTINASI WISATA FAVORIT
Saat ini, Borobudur telah menjadi obyek wisata yang menarik banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Selain itu, Candi Borobudur telah menjadi tempat suci bagi penganut Buddha di Indonesia dan menjadi pusat perayaan tahunan paling penting penganut Buddha yaitu Waisak.
Borobudur menjadi salah satu bukti kehebatan dan kecerdasan manusia yang pernah dibuat di Indonesia. Borobudur menjadi obyek wisata dan budaya utama di Indonesia selain Bali dan Jakarta. Setelah mengunjungi Borobudur, Anda bisa juga mengunjungi desa di sekitarnya seperti Karanganyar yang memiliki beberapa obyek wisata menarik.

Rabu, 04 Maret 2015

Pantai Kubu Pangkalan Bun

Kubu merupakan salah satu kecamatan dari kabupaten Kotawaringin Barat. Ibukota kotawaringin barat sendiri adalah Pangkalan Bun. Kubu merupakan daerah di pesisir pantai yang menghadap laut jawa.
kubu1
Jadi kubu ini merupakan daerah nelayan. Jaraknya lebih kurang 1/2-1 jam dari kota Pangkalan Bun bisa ditempuh dangan jalan darat baik itu roda dua maupun roda empat.
Pantai kubu ini sendiri berpasir putih agak kecoklatan, tetapi air lautnya berwarna coklat pengaruh dari hutan-hutan gambut. Pantainya sendiri landai jadi sangat cocok untuk bermain-main dengai air di pantainya.
kubu2
Di pantai kubu ini juga disediakan suatu tempat berupa lokasi yang menjorok kelaut, sehingga jika kita berada di tempat di ujung pondok tengahlaut tersebut bisa merasakan angin laut secara langsung dan merasakan semilir anginnya dan kita juga bisa memancing ikan-ikan laut .
kubu3
Pantainya sendiri memang masih belum begitu terawat, hanya ada bebera pondok untuk tempat duduk sambil merasakan kelapa mudanya. Pantainya masih kotor dan perlu perawatan yang cukup agar Kubu benar-benar jadi tujuan wisata idola di kalteng.
Selain itu kita juga bisa melihat aktifitas nelayan yang sedang mencari ikan terutama di pagi hari menjelang siang.
kubu4

Tanjung Keluang


Pengantar


Taman Wisata Alam Tanjung Keluang secara geografis terletak berada di 111°42” – 111°45” BT dan 3°42” – 3°55” LS, sedangkan untuk administrasi pemerintahan berada di Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah, dengan luas + 2.000 ha. Termasuk tipe ekosistem pantai dengan hamparan pasir putih dan laut yang tenang, adanya tumbuhan cemara khas pantai dan mangrove merupakan panorama yang indah.
TWA T.KELUANGTumbuhan yang membentuk sabuk hijau bervariasi dari golongan mangrove sejati (bakau, pidada, api-api, nipah, nirih) dan non sejati (seperti pandan laut, bogem, cemara laut, kelapa) serta tumbuhan formasi pescarpae, seperti katang-katang, kacang laut, rumput teki, rumput gulung yang diselingi tanaman pionir dan tumbuhan dari ciri ekosistem lain. Secara umum iklim di Kab. Kotawaringin Barat beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim kemarau / kering dan musim hujan. Musim kemarau pada bulan Juni sampai dengan September sedangkan musim penghujan antara bulan Oktober sampai dengan Mei. Curah hujan tahunan berkisar 32,505 mm. Suhu maksimum berkisar 31,1º C dan suhu minimum sekitar 22,0º C. Dengan kelembaban udara sekitar 87,08%.

Potensi Wisata
Pantai Tanjung Keluang terbentuk dari hamparan pasir putih bersih dengan laut tenang, sangat cocok untuk berenang dan berjemur sambil menikmati pesona pantai yang khas, juga dapat dikembangkan sebagai lokasi pemancingan laut. Pantai ini langsung menghadap ke Laut Jawa, pantai ini jauh dari keramaian sehingga wisatawan yang mendambakan ketenangan dan keheningan alam akan dapat menjumpainya di tempai ini. Kawasan ini apabila dikembangkan memiliki potensi wisata pantai yang menarik, merupakan tujuan alternatif wisata alam setelah TN Tanjung Puting. Potensi pengunjung sangat tinggi terutama pada hari minggu atau hari libur. Pengunjung di daerah wisata Bugam Raya biasanya juga melanjutkan kunjungan mereka menuju Tanjung Keluang, tapi mereka hanya membayar retibusi untuk masuk daerah wisata Bugam Raya saja, untuk TWA Tanjung Keluang belum ada penarikan retribusi. Dalam pengelolaannya, staf SKW II yang ditugaskan tidak dapat maksimal sehubungan karena kendala transportasi fasilitas di dalam kawasan.

Cara Mencapai Lokasi
- Jakarta – Pangkalan Bun atau Semarang – Pangkalan Bun dapat dengan penerbangan komersil.
- Dilanjutkan dengan kendaraan darat selama ± 30 menit perjalanan dengan menggunakan mobil, jarak dari kota Pangkalan Bun ke lokasi (Desa Kubu) ± 30 km.
- Dari Pantai Kubu dilanjutkan dengan kendaraan air (klotok) ± 15 menit.






Taman Nasional Tanjung Puting



A. Pengantar



Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) merupakan kawasan konservasi yang memiliki arti penting secara global dengan keanekaragaman hayati yang kaya di tengah-tengah pesatnya kepunahan hutan Borneo. TNTP ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 687/Kpts-II/1996 tanggal 25 Oktober 1996 seluas 415.040 ha  yang terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan. Pada tahun 1977 Unesco menetapkan Suaka Margasatwa Tanjung Puting sebagai “Cagar Biosfer”. Cagar Biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai Negara melalui kerjasama dengan program MAB (Man and Biosphere)-UNESCO untuk mempromosikan keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan berdasarkan pada upaya masyarakat local dan ilmu pengetahuan.Selain sebagai cagar biosfer TNTP juga merupakan tujuan wisata baik untuk wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.
Meskipun tujuan utama kawasan TNTP adalah untuk perlindungan ekosistem alam dengan segala elemennya, tetapi dapat pula diusahakan untuk memperoleh penghasilan dan pengelolaan melalui kegiatan wisata alam.         Saat ini TNTP semakin terkenal bagi para wisatawan mancanegara maupun lokal yang memang menyenangi petualangan alam liar. Dari data yang ada bahwa tingkat kunjungan dari tahun ketahun semakin meningkat, terutama wisatawan mancanegara. Berdasarkan uraian tersebut diatas, perlu dilakukan analisa/kajian terthadap manajemen ekowisata  di TNTP sehingga dapat diketahui kekuatan, potensi, permasalan  dan peluang untuk peningkatan dan perbaikan ekowisata di TNTP
 
B. Objek Wisata TNTP

Lokasi dan obyek wisata Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) yang  banyak di kunjungi, diantaranya adalah :

a.     Tanjung Harapan
Tanjung Harapan merupakan pintu masuk kawasan TNTP dari sebelah barat melewati Kumai. Wilayah ini merupakan juga zona pemanfaatan yang dikembangkan untuk kegiatan wisata alam yang dilengkapi dengan pusat informasi, wisma tamu, hotel dan menara pengintai.  Daerah ini memiliki potensi wisata berupa :
  • Jalur Tracking Tanjung Harapan – Pondok Tanggui sejauh 22 Km yang melintasi berbagai tipe hutan yang ada di TNTP.

  • Demplot tanaman obat dan anggrek
  • Bird Watching
  • River Crusing sambil menyaksikan berbagai jenis primata di tepian Sungai Sekonyer seperti Bekantan (Nasalis larvatus) dan Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

b.     Pesalat dan Beguruh
Pesalat dan Beguruh merupakan zona pemanfaatan khusus untuk kegiatan rehabilitasi kawasan.  Wilayah ini mempunyai daya tarik wisata alam tersendiri karena wisatawan dapat melakukan penanaman pohon konservasi dengan diberi nama si penanam. Pesalat ini merupakan pusat pendidikan konservasi dan terdapat juga Camping Ground bagi anda yang ingin berkemah di tengah hutan kalimantan.
c.     Pondok Tanggui
Wilayah ini merupakan zona pemanfaatan khusus untuk rehabilitasi Orangutan remaja dan semi liar. Lokasi rehabilitasi Orangutan di TNTP ini merupakan daya tarik tersendiri karena pada jam-jam tertentu dilakukan atraksi pemberian makan (Feeding) kepada Orang utan.                                            
d.     Camp Leakey
Camp Leakey merupakan zona pemanfaatan khusus yang menjadi tempat penelitian serta rehabilitasi Orang utan dewasa.  Pada awalnya merupakan lokasi penelitian mahasiswa bernama Birute M.F Galdikas pada tahun 1971 yang didukung oleh Direktorat PPA (Ditjen PHKA saat ini) cocok sebagai tempat kunjungan wisata singkat untuk melihat Orangutan rehabilitan baik yang sudah liar maupun semi liar.  Tempat ini juga juga seringkali didatangi kru-kru film dari dalam dan luar negeri untuk dijadikan lokasi pengambilan film dokumenter mengenai Orang utan dan Hutan Kalimantan.
Rehabilitasi/Peliaran Orangutan hasil  kerjasama Ditjen PHKA dengan OFI yang dipimpin oleh Prof. Dr. Birute M.F Galdikas, melalui kegiatan feeding yang pada awalnya sebagai pakan tambahan bagi Orangutan rehabilitan hasil sitaan / penyerahan dari masyarakat, agar bisa survive dengan mengandalkan suplay makanan di alam aslinya, dalam perkembangannya ternyata  menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan, oleh karena itu KEGIATAN FEEDING bagi orangutan  tetap berlangsung sampai saat ini dan merupakan atraksi utama dari Camp Leakey.
Di wilayah ini juga terdapat jalur Tracking untuk  melihat vegetasi hutan sekunder dataran rendah kalimantan. River Cruising secara langsung menyertai awal perjalanan menuju Camp Leakey dengan melintasi sungai sekonyer kanan yang berwarna hitam jernih.
e.     Pondok Ambung
Pondok Ambung merupakan stasiun riset untuk penelitian berbagai flora dan fauna pada semua tipe habitat yang terdapat di TNTP. Banyak peneliti dari dalam negeri maupun luar negeri melakukan penelitian di tempat ini, diantaranya penelitian tentang Buaya Sapit (Tomistoma Schelegelii), Bekantan (Nasalis larvatus), berbagai jenis ular dan satwa lainnya.  
f.       Sungai Buluh Besar dan Sungai Buluh Kecil.
Sungai Buluh Besar dan Kecil masuk ke dalam zone pemanfaatan terbatas yang mempunyai panorama alam yang sangat indah, apalagi menjelang matahari terbenam. Disini masih terdapat Orang utan liar dan sangat cocok untuk kegiatan pengamatan burung (Bird Watching). Akses menuju tempat ini agak sulit karena harus melewati laut yang perlu diperhitungkan gelombangnya. Untuk berkunjung ke tempat ini disarankan pada musim kemarau yaitu antara bulan juni-september.
g.     Sungai Sekonyer
Potensi wisata yang ada di TNTP tidak didukung oleh kondisi Sungai Sekonyer yang merupakan pintu masuk wisatawan dari Pangkalan Bun karena tercemar limbah penambangan emas/ puya di hulu sungai.  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maria T. Indarwati dkk dari Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Udayana tahun 2007 menunjukkan bahwa Kondisi Sungai Sekonyer dari hulu sampai hilir tercemar akibat logam berat. Logam berat  yang berpotensi mencemari Sungai Sekonyer adalah : Seng, Kadmium, Tembaga dan Merkuri.  
D.   Akses Menuju Obyek Wisata Alam

Untuk menuju Taman Nasional Tanjung Puting bisa ditempuh melalui beberapa alternatif diantaranya :
a.     Melalui Pangkalan Bun
Pangkalan bun merupakan ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki Bandar Udara Iskandar yang dilalui penerbangan langsung dari Jakarta maupun Semarang. Maskapai yang melakukan penerbangan ke Pangkalan Bun diantaranya : Trigana Air, Kalstar, Merpati. 
b.     Melalui Palangkaraya
Palangkaraya merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Tengah yang banyak dilalui penerbangan langsung dari berbagai kota besar di Indonesia sepeti Jakarta, Semarang, Surabaya. Maskapai yang melakukan penerbangan langsung ke Palangkaraya diantaranya adalah Garuda Indonesia, Lion Air, Batavia air, Sriwijaya Air, Merpati. Dari Palangkaraya menuju Pangkalan Bun bisa ditempuh melalui perjalanan darat selama ± 10 jam.
Dari Kota Pangkalan Bun ini perjalanan dilanjutkan menuju Kumai yang ditempuh dengan taksi umum atau mobil carteran selama ± 30 menit. Kumai merupakan kota pelabuhan yang juga melayani rute perjalanan laut menuju Semarang dan Surabaya menggunakan kapal laut.
Setelah sampai di Kecamatan Kumai, menuju Taman Nasional Tanjung Puting, transportasi yang bisa digunakan ada dua macam yakni klotok dan speed boat.  Klotok untuk pengunjung yang lebih menginginkan perjalanan yang santai dan lebih menikmati panorama alam.  Speed boat untuk pengunjung  yang ingin langsung menuju obyek utama.  Perjalanan wisata yang dapat ditempuh oleh pengunjung untuk menikmati objek-objek wisata yang ada ditaman nasional tanjung puting adalah dengan rute sbb :
  • Kumai—Tanjung Harapan (20 km), membutuhkan waktu tempuh 0,5 jam dengan menggunakan speed boad dan 1,5 jam dengan menggunakan klotok.
  • Kumai—Pesalat (23 km), membutuhkan waktu tempuh 35 menit dengan menggunakan speed boat dan 1 jam 45 menit dengan menggunakan klotok.
  • Kumai—Pondok Tanggui  (30 km), membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan menggunakan speed boat dan 3 jam dengan menggunakan klotok.
  • Kumai—Camp Leakey (40 km), membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dengan menggunakan speed boat  dan 4 Jam dengan menggunakan klotok.

Senin, 02 Maret 2015

Konsep Ekowisata



Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang dikenal dengan Ekowisata, dimana saat ini ada kecenderungan semakin banyak wisatawan yang mengunjungi objek berbasis  alam dan budaya  penduduk  lokal  (Fandeli,  2002),  merupakan peluang besar bagi negara kita dengan potensi alam yang luar biasa ini. Wisatawan cenderung beralih kepada alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang mereka rasakan telah jenuh dan kurang menantang.

Menurut   The   International   Ecotourism   Society   (2002)   dalam Subadra (2007)   mendifinisikan ekowisata sebagai berikut: Ecotourism is“responsible  travel to natural areas that conserves  the environment  and sustains the well-being of local people. Dari definisi ini, disebutkan bahwa ekowisata  merupakan  perjalanan  wisata yang  berbasiskan  alam  yang mana dalam kegiatannya sangat tergantung kepada alam, sehingga lingkungan,  ekosistem, dan kerifan-kearifan  lokal yang ada di dalamnya harus dilestarikan keberadaanya.

Dalam perkembangan kepariwisataa secara umum, muncul pula istilah  sustainable  tourism  atau  wisata  berkelanjutan.  Wisata berkelanjutan dipandang sebagai suatu langkah untuk mengelola semua sumber daya yang secara sosial dan ekonomi dapat dipenuhi dengan memelihara integritas budaya, proses-proses ekologi yang mendasar, keragaman   hayati,   dan   unsur-unsur   pendukung   kehidupan  lainnya” (Urquico,  1998  dalam  Santoso,  2003).  Konsep  wisata  yang  berbasis ekologi atau yang lebih dikenal dengan Ekowisata (Fandeli 1998, Nasikun

1999  dalam  Fandeli  2000),  dilatarbelakangi  dengan  perubahan  pasar global yaitu pertumbuhan  ekonomi yang tinggi pada negara-negara asal wisatawan dan memiliki ekspektasi yang lebih mendalam dan lebih berkualitas dalam melakukan perjalanan wisata. Konsep wisata ini disebut wisata minat khusus   (Fandeli, 2000). Wisatawan  minat khusus umunya memiliki intelektual yang lebih tinggi dan pemahaman serta kepekaan terhadap etika, moralitas dan nilai-nilai tertentu, sehingga bentuk wisata ini adalah   pencarian   pengalaman   baru   (Hall   dan   Weitler,1992)   dalam (Fendeli, 2000 ; 34).

Secara umum basis pengembangan  wisata minat khusus meliputi (Fandeli, 2000 ; 37)



  1. Aspek alam seperti flora, fauna, fisik geologi, vulkanologi, hidrologi, hutan alam atau taman nasional.
  2. Objek   dan   daya   tarik   wisata   budaya   yang   meliputi   budaya peninggalan sejarah dan budaya kehidupan masyarakat. Potensi ini selanjutnya  dapat  dikemas dalam  bentuk  wisata  budaya peninggalan  sejarah,  wisata  pedesaan  dan sebagainya  dimana wisatawan  memiliki  minat  utuk terlibat  langsung  dan berinteraksi dengan  budaya  masyarakat  setempat  serta  belajar  berbagai  hal dari aspek-aspek budaya yang ada.

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam  yang alami  maupun  buatan serta budaya  yang ada  yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan  alam atau ekologi, memberikan  manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui,  dan menikmati pengalaman  alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003).

Konsep ekowisata telah dikembangkan sejak era tahun 80-an, sebagai  pencarian jawaban  dari  upaya  meminimalkan  dampak  negatif bagi kelestarian keanekaragaman  hayati, yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata. Konsep ekowisata sebenarnya bermaksud untuk menyatukan dan  menyeimbangkan  beberapa  konflik secara  objektif:  dengan menetapkan  ketentuan  dalam berwisata;  melindungi  sumber  daya alam dan budaya; serta menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal.

Dampak positifnya dari kegiatan ekowisata antara lain menambahsumber penghasilan dan devisa negara, menyediakan  kesempatan kerja dan usaha, mendorong perkembangan usaha-usaha baru, dan diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat maupun wisatawan tentang konservasi sumber daya alam, (Dephut, 2008). Selain itu dampak sosial bagi  masyarakat   sekitar  juga berdampak   seperti  yang  dikemukakan Suhanda (2003), bahwa konsep ekowisata yang terdiri dari komponen pelestarian lingkungan (alam dan budaya), peningkatan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, telah diperkenalkan dan dikembangkan dengan sukses di banyak negara berkembang. Pengembangan  ini  selalu  konsisten  dengan  dua  prinsip dasar yaitu memberi keuntungan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal serta turut andil dalam pelestarian alam.

Drumm  (2002)  dalam  Suhanda  (2003)  menyatakan  bahwa  ada enam keuntungan dalam implementasi kegiatan ekowisata yaitu:



  1. Memberikan  nilai  ekonomi  dalam  kegiatan  ekosistem  di  dalam lingkungan yang dijadikan sebagai obyek wisata
  2. Menghasilkan   keuntungan   secara   langsung   untuk   pelestarian  lingkungan;
  3. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para stakeholders;
  4. Membangun  konstituensi  untuk konservasi  secara  lokal,  nasional dan internasional;
  5. Mempromosikan     penggunaan     sumber     daya     alam     yang berkelanjutan; dan
  6. Mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek wisata tersebut.